Selasa, 11 Januari 2011

PENDIDIKAN YANG UNGGUL

BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang masalah
Negara yang unggul, sebagaimana setiap organisasi yang unggul adalah Negara yang berhasil mencapai tujuan yang menjadi alas an dasar pembentukannya. Tujuan pembentukan Pemerintah Negara Indonesia, sebagaimana dicatat pada Pembukaan UUD 1945, adalah untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Tujuan ini dicapai melalui kebijakan-kebijakan publik yang dikembangkan oleh pemerintah Indonesia. Kebijakan public dihasilkan interaksi politik di dalam proses bernegara di sepanjang kehidupan bangsa.
Kebijakan publik penyelenggaraan pembangunan Indonesia pasca reformasi ditata dengan pola desentralistik, yaitu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintah Daerah., yang dilengkapi dengan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.
Sistem pendidikan nasional yang baru, secara ideal berjalan seiring dengan kebijakan politik pemerintahan yang desentralistik, diarahkan oleh aturan yang ada pada kebijakan yang bersifat umum, yaitu UU No.2 / 1999 yang menyatakan bahwa pendidikan bukan merupakan kewenangan yang dipusatkan.
Karena pertimbangan tersebut, maka menjadi penting untuk mengadakan sebuah penelitian untuk menemukan suatu daerah otonom yang berhasil membangun kebijakan pendidikan yang Unggul, meletakan didalam bangunan kebijakan publik pembangunan daerah, dengan tetap berpegang pada kebijakan nasional dibidang penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan, dan kebijakan nasional di bidang pendidikan, dan kemudian mencari faktor-faktor penentu utamanya.
Temuan seperti ini dapat dijadikan sebagai acuan / pembanding bagi daerah lain di Indonesia untuk melakukan pembangunan pendidikan secara efektif, sekaligus menjadi modal mencapai tujuan konstitusi “mencerdaskan kehidupan bangsa”.
“ Konsep dasar pendidikan berbasis keunggulan lokal “ adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif. Keunggulan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah.
Dari pengertian keunggulan lokal tersebut diatas maka Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) di sekolah adalah pendidikan/program pembelajaran yang diselenggarakan pada sekolah-sekolah sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat  dalam proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.


BAB II
PEMBAHASAN
I.                   PEMAHAMAN TEORI PEMBANGUNAN DAN PENDIDIKAN DALAM KONTEKS OTONOMI DAERAH.
A.     Pembangunan
Istilah pembangunan diperkenalkan kepada publik oleh Presiden Amerika Serikat Harry S. Truman. Pada tanggal 20 Januari 1949, pada pidato pelantikannya sebagai Presiden AS, ia memperkenalkan istilah baru kepada dunia, yaitu “ Kawasan terbelakang “ (Underdeveloped areas) yang memerlukan “pembangunan” (Development).
Dari berbagai ragam definisi tentang pembangunan, salah satu definisi yang memadai adalah definisi PBB yang mendefinisikan pembangunan sebagai sebuah upaya atau proses dinamis tanpa akhir. Disebutkan dalam dokumennya bahwa development is not a static concept. It is contincously changing. Pemikiran ini selanjutnya dikembangkan oleh Rektor Universitas PBB, Soedjatmoko, yang mendefinisikan pembangunan sebagai :
“ .......sebuah proses pembelajaran dari sesuatu yang dilakukan melalui berbagai tindakan ataupun melalui keahlian-keahlian yang diperoleh melainkan sebagai sesuatu yang dipelajari. Belajar, dalam arti disini, adalah peningkatan kemampuan masyarakat baik secara individual maupun kolektif, tidak hanya untuk menyesuaikan diri dengan perubahan, melainkan juga untuk mengarahkan perubahan menuju tujuan-tujuan masyarakat.
Pemahaman Soedjatmiko adalah bahwa pembangunan merupakan sebuah proses alami, otonomi dan konstektual. Kekuatan dari Soedjatmiko adalah melihat bahwa pembangunan adalah suatu proses belajar yang bertahap, sehingga selalu ada proses kapitalisasi kemajuan pada setiap tahap. Pembanguna difahami sebagai suatu proses yang positif dari tahap ke tahap. Kelemahan dari pemahaman ini adalah mengabaikan proses persaingan yang bersifat zero sum game antar Negara bangsa, kawasan, ras, maupun budaya.
Pemahaman bahwa pembangunan bersifat multidimensi dan merupakan perjalanan berjenjang, sebagaimana dikemukakan oleh Soedjatmoko, Send an Todaro, merupakan pemahaman pembangunan universal dan diterima secara luas. Sebagai pembanding, dapat disimak pemahaman pembangunan dari salah satu eksponen Orde Baru, Joesoep yang mengemukakan bahwa pembangunan adalah proses pertumbuhan satu atau beberapa indikator kehidupan masyarakat. Menurut Joesoef :
“Pembangunan merupakan proses dan melibatkan perubahan-perubahan termasuk pembaharuan diberbagai bidang kehidupan ....Pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan masyarakat adalah pembangunan yang seutuhnya, artinya perubahan harus terjadi dalam lingkup perubahan integral dan bukan hanya terbatas pada beberapa aspek kehidupan. Ia meliputi aspek sosio cultural dan mencakup aspek teknis, ekonomis, politis dan lai-lain”.
B.     Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses yang melekat pada setiap kehidupan bersama dan berjalan sepanjang perjalanan umat manusia. John Dewey mengemukakan bahwa pendidikan dapat difahami sebagai sebuah upaya “konserfatif” dan “progresif” dalam bentuk pendidikan sebagai formasi, sebagai rekapitulasi dan retrospeksi, dan sebagai rekonstruksi.
Sebagaimana dikemukakan oleh Michael Ruzt, Pendidikan merupakan jawaban untuk membuat manusia menjadi lengkap. Pemahaman Rutz sebangun dengan PJ. Hills, yang memahami pendidikan sebagai proses belajar yang ditujukan untuk membangun manusia dengan pengetahuan dan keterampilan.
Dengan pemahaman yang sama dapat dipahami pemahaman tentang pendidikan sebagaimana dinyatakan pada pasal 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, sebagai berikut :
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
C.     Otonomi Daerah
Pemahaman otonomi daerah di Indonesia dilandaskan pada kebijakan publik tentang otonomi daerah, yaitu UU No. 32/2004 tentang Pemerintah Daerah, yang menyebutkan bahwa otonomi daerah adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dennis A. Rondinelli dan Shabbir Cheema mengemukakan bahwa desentralisasi berkembang bukan saja berkenaan dengan menurunnya efektivitas penyelenggaraan administrasi publik yang tersentralisasi, namun juga dikarenakan meningkatnya kompleksitas dan ketidakpastian proses pembangunan.  
Kedua penulis ini mendefinisikan desentralisasi sebagai transfer pengelolaan ke unit-unit yang lebih kecil atau berada dibawahnya.
Rondinneli dan Cheema merumuskan empat bentuk utama desentralisasi, yaitu dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan transfer fungsi.
Dikemukakan lebih lanjut, bahwa kualitas kinerja ditentukan oleh standar-standar yang dapat diukur dalam takaran profesional dengan standar-standar teknis. Aspek inti dari kinerja desentralisasi adalah kualitas, resvonsivitas, akuntabilitas dan kontrol.
Dari konsep-konsep yang dikemukakan diatas, peneliti merumuskan desentralisasi sebagai pendelegasian manajemen pembangunan dan pelayanan publik kepada daerah-daerah otonom yang diselenggarakan oleh organisasi administrasi publik daerah dalam rangka efesiensi dan efetivitas pencapaian tujuan.

D.    Pendidikan dan Desentralisasi
“Desentralisasi pendidikan adalah sistem manajemen untuk mewujudkan pembangunan pendidikan yang menekankan kepada kebhinekaan. Desentralisasi pendidikan diartikan sebagai pelimpahan wewenang yang lebih luas”.
Usman Abu Bakar mengemukakan bahwa dedentralisasi tidak saja mendorong pemerintah nasional membangun manajemen pendidikan yang desentralisasi, melainkan juga menjadi pendorong bagi daerah untuk mengembangkan manajemen pendidikan yang bermutu.
Dikemukakan oleh Suyanto, bahwa dengan desentralisasi, maka setiap daerah harus membangun manajemen pendidikan daerah yang desentralisasi dan unggul agar dapat membangun SDM yang unggul dan pada akhirnya membangun keunggulan daerah.
McGirun dan Welsh mengemukakan bahwa terdapat tiga alasan munculnya desentralisasi pendidikan yaitu menurunnya kapasitas dari pemerintah pusat karena desakan global, menurunnya kemampuan modal manajemen sentralisasi untuk menangani desakan mutu pendidikan, dan munculnya teknologi komunikasi dan informasi yang memungkinkan pengelolaan manajemen pendidikan  yang desentralistik, namun tetap dapat dikendalikan oleh Negara. Dikemukakan sebagai berikut :
“Pertama,.....globalisasi ekonomi dan keuangan memperlemah pemerintah pusat. Disatu sisi organisasi-organisasi supranasional telah mengurangi kedaulatan Nasional. Di sisi lain, pergeseran ka arah pengambilan keputusan berbasis pasar telah memperkuat kelompok-kelompok lokal...(kedua) pada saat yang sama sistem pendidikan didunia telah menggandakan dan melipat gandakan pendaftaran. Meningkatnya para guru dan siswa memaksa kapasitas birokrasi yang sentralistik untuk memelihara mutu. Meningkatnya ketidak puasan publik mengakibatkan tekanan untuk menggeser pengambilan keputusan kelompok-kelompok lokal...(ketiga) munculnya teknologi komunikasi dan informasi yang baru membuatnya mungkin untuk mencapai tingkat kontrol yang tinggi atas sistem, dengan manajemen desentralisasi. Suatu paradigma manajemen baru yang menekankan perhatian kepada output dan bukan input telah meningkatkan pentingnya perkuatan kapasitas lokal dalam pengambilan keputusan”.
E.     Kebijakan Publik dan Kebijakan Pendidikan
Definisi  yang banyak diikuti adalah definisi Thomas R. Dye yang mengatakan bahwa kebijakan publik sebagai segala sesuatu yang dikerjakan pemerintah, mengapa mereka melakukan dan hasil yang membuat sebuah kehidupan bersama tampil berbeda merupakan pemahaman yang paling banyak dikembangkan.
Dari definisi-definisi tersebut, dapat dikenali ciri-ciri kebijakan publik. Pertama kebijakan publik adalah kebijakan yang dibuat oleh Negara, yaitu berkenaan dengan lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif. Kedua, kebijakan publik adalah yang mengatur kehidupan baersama atau kehidupan publik, dan bukan mengatur kehidupan orang-seorang atau golongan. Kebijakan publik mengatur semua yang ada pada wilayah (domain) lembaga publik. Kebijakan publik mengatur masalah bersama atau masalah pribadi atau golongan, yang sudah menjadi masalah bersama dari seluruh masyarakat di daerah itu. Ketiga, dikatakan sebagai kebijakan publik jika terdapat tingkat eksternalitas yang tinggi, yaitu dimana manfaat atau yang terpengaruh bukan saja pengguna langsung kebijakan publik, tetapi juga tidak langsung.
Sebagai sebuah keputusan Negara, maka tujuan dari kebijakan publik adalah membangun tertib kehidupan publik. Mengikuti istilah Samuel Hungtinton, kebijakan publik dibuat untuk mengembangkan “tertib politik” Pemikiran ini dikembangkan dari pandangan negara dari sisi hukum, dimana negara bekerja untuk menegakan hukum dan keadilan untuk publik. Kebijakan publik yang berkembang di Negara-negara berkembang mempunyai demensi yang khas, labih luas dari pemahaman hukum tersebut, yaitu untuk melakukan pembangunan sebagai upaya untuk ketertinggalannya.
Sebagaimana dikemukakan oleh Mark Olsen. John Codd, dan Anne – Marie O’Neil, kebijakan pendidikan merupakan kunci bagi keunggulan, bahkan eksistensi bagi Negara-negara dalam persaingan global, sehingga kebijakan pendidikan perlu mendapatkan prioritas pertama dalam era globalisasi. Salah satu argumen utamanya adalah bahwa globalisasi membawa nilai demokrasi. Demokrasi yang memberikan hasil adalah demokrasi yang didukung oleh pendidikan.
F.      Politik, Kekuasaan, dan Kebijakan Publik.
Politik pada awalnya berasal dari kata Yunani Politea. Plato (347 SM) memahami politik sebagai hal ihwal mengenai negara.
Denga demikian, secara keilmuan, politik merupakan sebuah kenyataan yang berasal dari prinsip etika politik, sebagai pembimbing gagasan politik dan praktis politik, atau politik kekuasaan, sebagai sebuah proses mewujudkan gagasan politik. Politi kekuasaan yang berada pada koridor atau turunan etika politik melihat gagasan politik beriksikan pesan untuk mensejahterakan rakyat.

II.                KONSEP DASAR PENDIDIKAN BERBASIS KEUNGGULAN LOKAL (PBKL)
A. Pengertian
Keunggulan lokal adalah segala sesuatu yang merupakan ciri khas kedaerahan yang mencakup aspek ekonomi, budaya, teknologi informasi dan komunikasi, ekologi, dan lain-lain. Sumber lain mengatakan bahwa Keunggulan lokal adalah hasil bumi, kreasi seni, tradisi, budaya, pelayanan, jasa, sumber daya alam, sumber daya manusia atau lainnya yang menjadi keunggulan suatu daerah (Dedidwitagama,2007). Dari kedua pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa Keunggulan Lokal (KL) adalah suatu proses dan realisasi peningkatan nilai dari suatu potensi daerah sehingga menjadi produk/jasa atau karya lain yang bernilai tinggi, bersifat unik dan memiliki keunggulan komparatif.
Keunggulan lokal harus dikembangkan dari potensi daerah. Potensi daerah adalah potensi sumber daya spesifik yang dimiliki suatu daerah. Sebagai contoh potensi kota Batu Jawa Timur, memiliki potensi budi daya apel dan pariwisata. Pemerintah dan masyarakat kota Batu dapat melakukan sejumlah upaya dan program, agar potensi tersebut dapat diangkat menjadi keunggulan lokal kota Batu sehingga ekonomi di wilayah kota Batu dan sekitarnya dapat berkembang dengan baik.
Kualitas dari proses dan realisasi keunggulan lokal tersebut sangat dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, yang lebih dikenal dengan istilah 7 M, yaitu Man, Money, Machine, Material, Methode,  Marketing and Management. Jika sumber daya yang diperlukan bisa dipenuhi, maka proses dan realisasi tersebut akan memberikan hasil yang bagus, dan demikian sebaliknya. Di samping dipengaruhi oleh sumber daya yang tersedia, proses dan realisasi keunggulan lokal juga harus memperhatikan kondisi pasar, para pesaing, substitusi (bahan pengganti) dan perkembangan IPTEK, khususnya perkembangan teknologi. Proses dan realisasi tersebut akan menghasilkan produk akhir sebagai keunggulan lokal yang mungkin berbentuk produk (barang/jasa) dan atau budaya yang bernilai tinggi, memiliki keunggulan komparatif, dan unik.
Dari pengertian keunggulan lokal tersebut diatas maka Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL) di sekolah adalah pendidikan/program pembelajaran yang diselenggarakan pada sekolah sesuai dengan kebutuhan daerah, dengan memanfaatkan berbagai sumber daya alam, sumber daya manusia, geografis, budaya, historis dan potensi daerah lainnya yang bermanfaat  dalam proses pengembangan kompetensi sesuai dengan potensi, bakat dan minat peserta didik.
B. Potensi dan Pengembangan Pendidikan
Konsep dasar pengembangan dalam pendidikan diinspirasikan dari berbagai potensi, yaitu potensi sumber daya alam (SDA), sumber daya manusia (SDM), geografis, budaya dan historis. Uraian masing-masing sebagai berikut.
1. Potensi Sumber Daya Alam
Sumber daya alam (SDA) adalah potensi yang terkandung dalam bumi, air, dan dirgantara yang dapat didayagunakan untuk berbagai kepentingan hidup. Contoh bidang pertanian: padi, jagung, buah-buahan, sayur-sayuran dll.; bidang perkebunan: karet, tebu, tembakau, sawit, coklat dll.; bidang peternakan:  unggas, kambing, sapi dll.;  bidang perikanan: ikan laut, ikan air tawar, rumput laut, tambak, dll. Contoh lain misalnya di provinsi Jawa Timur memiliki keunggulan komparatif dan keragaman komoditas hortikultura buah-buahan yang spesifik, dengan jumlah lokasi ribuan hektar yang hampir tersebar di seluruh di wilayah kabupaten/kota.  Keunggulan lokal ini akan lebih cepat berkembang, jika dikaitkan dengan konsep pembangunan agropolitan (Teropong Edisi 21, Mei-Juni 2005, h. 24).  Agropolitan merupakan pendekatan pembangunan bottom-up untuk mencapai kesejahteraan dan pemerataan pendapatan yang lebih cepat, pada suatu wilayah atau daerah tertentu, dibanding strategi pusat pertumbuhan (growth pole).
2. Potensi Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia (SDM) didefinisikan sebagai manusia dengan segenap potensi yang dimilikinya yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk menjadi makhluk sosial yang adaptif dan transformatif dan mampu mendayaguna- kan potensi alam di sekitarnya secara seimbang dan berkesinambungan (Wikipedia, 2006). Pengertian adaptif artinya mampu menyesuaikan diri terhadap tantangan alam, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Bangsa Jepang, karena biasa diguncang gempa merupakan bangsa yang unggul dalam menghadapi gempa, sehingga cara hidup, sistem arsitektur yang dipilihnya sudah diadaptasikan bagi risiko menghadapi gempa. Kearifan lokal (indigenous wisdom) semacam ini agaknya juga dimiliki oleh penduduk pulau Simeulue di Aceh, saat tsunami datang yang ditandai dengan penurunan secara tajam dan mendadak muka air laut, banyak ikan bergelimpangan menggelepar, mereka tidak turun terlena mencari ikan, namun justru terbirit-birit lari ke tempat yang lebih tinggi, sehingga selamat dari murka tsunami. Pengertian transformatif artinya mampu memahami, menerjemahkan dan mengembangkan seluruh pengalaman dari kontak sosialnya dan kontaknya dengan fenomena alam, bagi kemaslahatan dirinya di masa depan, sehingga yang bersangkutan merupakan makhluk sosial yang berkembang berkesinambungan.
SDM merupakan penentu semua potensi keunggulan lokal. SDM sebagai sumber daya, bisa bermakna positif dan negatif, tergantung kepada paradigma, kultur dan etos kerja. Dengan kata lain tidak ada realisasi dan implementasi konsep keunggulan lokal tanpa melibatkan dan memposisikan manusia dalam proses pencapaian keunggulan. SDM dapat mempengaruhi kualitas dan kuantitas SDA, mencirikan identitas budaya, mewarnai sebaran geografis, dan dapat berpengaruh secara timbal balik kepada kondisi geologi, hidrologi dan klimatologi setempat akibat pilihan aktivitasnya, serta  memiliki latar sejarah tertentu yang khas. Pada masa awal peradaban, saat manusia masih amat tergantung kepada alam, ketergantungannya yang besar  terhadap air telah menyebabkan munculnya peradaban pertama di sekitar aliran sungai besar yang subur.
3. Potensi Geografis
Objek geografi antara lain meliputi, objek formal dan objek material. Objek formal geografi adalah fenomena geosfer yang terdiri dari, atmosfer bumi, cuaca dan iklim, litosfer, hidrosfer, biosfer (lapisan kehidupan fauna dan flora),  dan antroposfer (lapisan manusia yang merupakan tema sentral). Sidney dan Mulkerne (Tim Geografi Jakarta, 2004) mengemukakan bahwa geografi adalah ilmu  tentang bumi dan kehidupan yang ada di atasnya. Pendekatan studi geografi bersifat khas.  Pengkajian keunggulan lokal dari aspek geografi dengan demikian perlu memperhatikan pendekatan studi geografi. Pendekatan itu meliputi; (1) pendekatan keruangan (spatial approach), (2) pendekatan lingkungan (ecological approach) dan (3) pendekatan kompleks wilayah (integrated approach). Pendekatan keruangan mencoba mengkaji adanya perbedaan tempat melalui penggambaran letak distribusi, relasi dan inter-relasinya. Pendekatan lingkungan berdasarkan interaksi organisme dengan lingkungannya, sedangkan pendekatan kompleks wilayah memadukan kedua pendekatan tersebut.
Tentu saja tidak semua objek dan fenomena geografi berkait dengan konsep keunggulan lokal, karena keunggulan lokal dicirikan oleh nilai guna fenomena geografis bagi kehidupan dan penghidupan yang memiliki, dampak ekonomis dan pada gilirannya berdampak pada kesejahteraan masyarakat. Contoh tentang angina fohn yang merupakan bagian dari iklim dan cuaca sebagai fenomena geografis di atmosfer.  Angin fohn adalah angin jatuh yang sifatnya panas dan kering. Angin fohn terjadi karena udara yang mengandung uap air gerakannya terhalang oleh gunung atau pegunungan. Contoh angin fohn di Indonesia adalah angin Kumbang di wilayah Cirebon dan Tegal karena pengaruh Gunung Slamet, angin Gending di wilayah Probolinggo yang terjadi karena pengaruh gunung Lamongan dan pegunungan Tengger, angin Bohorok di daerah Deli, Sumatera Utara karena pengaruh pegunungan Bukit Barisan.
Seperti diketahui angin semacam itu menciptakan keunggulan lokal Sumber Daya Alam, yang umumnya berupa tanaman tembakau, bahkan tembakau Deli berkualitas prima dan disukai sebagai bahan rokok cerutu. Semboyan Kota Probolinggo sebagai kota Bayuangga (bayu = angin, anggur dan mangga) sebagai proklamasi keunggulan lokal tidak lepas dari dampak positif angin Gending.
4. Potensi Budaya
Budaya adalah sikap, sedangkan sumber sikap adalah kebudayaan. Agar kebudayaan dilandasi dengan sikap baik, masyarakat perlu memadukan antara idealisme dengan realisme yang pada hakekatnya merupakan perpaduan antara seni dan budaya. Ciri khas budaya masing-masing daerah tertentu (yang berbeda dengan daerah lain) merupakan sikap menghargai kebudayaan  daerah sehingga menjadi keunggulan lokal. Beberapa contoh keunggulan lokal menghargai kebudayaan setempat yaitu upacara Ngaben di Bali, Malam Bainai di Sumatera Barat, Sekatenan di Yogyakarta dan Solo dan upacara adat perkawinan di berbagai daerah.
Sebagai ilustrasi dari keunggulan lokal yang diinspirasi oleh budaya, misalnya di Kabupaten Jombang Jawa Timur, telah dikenal antara lain:
  1. Teater “Tombo Ati” (Ainun Najib)
  2. Musik Albanjari (Hadrah)
  3. Kesenian Ludruk Besutan
  4. Ritualisasi Wisuda Sinden (Sendang Beji)
5. Potensi Historis
Keunggulan lokal dalam konsep historis merupakan potensi sejarah dalam bentuk peninggalan benda-benda purbakala maupun tradisi yang masih dilestarikan hingga saat ini. Konsep historis jika dioptimalkan pengelolaannya akan menjadi tujuan wisata yang bisa menjadi asset, bahkan menjadi keunggulan lokal dari suatu daerah tertentu. Pada potensi ini, diperlukan akulturasi terhadap nilai-nilai tradisional dengan memberi kultural baru agar terjadi perpaduan antara kepentingan tradisional dan kepentingan modern, sehingga aset atau potensi sejarah bisa menjadi aset/potensi keunggulan lokal.
Salah satu contoh keunggulan lokal yang diinspirasi oleh potensi sejarah, adalah tentang kebesaran “Kerajaan Majapahit”, antara lain : Pemerintah Kabupaten Mojokerto secara rutin menyelenggarakan Perkawinan ala Majapahit  sebagai acara resmi yang disosilaisasikan kepada masyarakat;
a.  Pada bulan Desember 2002, diadakan Renungan Suci Sumpah Palapa di makam Raden Sriwijaya (Desa Bejijong, Trowulan, Kab. Mojokerto) yang dihadiri Presiden RI K.H Abdurachman Wachid;
b.  Festival Budaya Majapahit yang diselenggarakan oleh Lembaga Kebudayaan dan Filsafat Javanologi dan Badan Kerjasama Organisasi Kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa (BKOK) bekerjasama dengan Dinas Pariwisata dan Dinas P & K Kabupaten Mojokerto ( 27 Maret 2003).
C.    Standar Isi dan Standar Kompetensi Lulusan
Sekolah memiliki dokumen Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memuat komponen yang dipersyaratkan dan telah disahkan oleh Dinas Pendidikan Provinsi. Penyusunan KTSP dilakukan secara mandiri dengan membentuk Tim KTSP dan PBKL. Komponen KTSP memuat tentang visi, misi, tujuan, struktur dan muatan KTSP, yang mengakomodasi adanya program Pendidikan Berbasis Keunggulan Lokal (PBKL). KTSP dilengkapi dengan silabus yang penyusunannya melibatkan seluruh guru dari sekolah yang bersangkutan dan memuat program keunggulan lokal terintegrasi pada mata pelajaran yang relevan, muatan lokal atau mata peljaran keterampilan. Aspek dan indikatornya adalah :
D.    Standar Pendidik dan Tenaga Kependidikan
Keberhasilan pelaksanaan pendidikan di sekolah sangat ditentukan oleh kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia sekolah yang terdiri dari pendidik dan tenaga kependidikan. Tenaga pendidik secara kualitas harus memenuhi kualifikasi akademik, sertifikasi profesi dan kesesuaian pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkan. Sedangkan secara kuantitas harus memenuhi ketentuan rasio guru dan siswa. Sedangkan tenaga kependidikan sekurang-kurangnya terdiri dari Kepala Sekolah, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium dan tenaga kebersihan. Tenaga kependidikan sekolah harus memenuhi persyaratan kompetensi yang dibutuhkan. Aspek dan indikatornya adalah :
E.    Standar Sarana dan Prasarana
Sekolah memiliki sarana dan prasarana meliputi satuan pendidikan, lahan, bangunan gedung, dan kelengkapan sarana dan prasarana. Sekolah minimum memiliki 3 rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar. Lahan yang dimiliki sekolah memenuhi ketentuan rasio minimum luas lahan terhadap peserta didik yang dapat digunakan secara efektif untuk membangun prasarana sekolah berupa bangunan gedung dan tempat bermain/berolahraga. Lahan harus memenuhi kriteria kesehatan dan keselamatan, kemiringan, pencemaran air dan udara, kebisingan, peruntukan lokasi, dan status tanah. Bangunan gedung memenuhi rasio minimum luas lantai, tata bangunan, keselamatan, kesehatan, fasilitas penyandang cacat, kenyamanan, keamanan. Bangunan gedung dipelihara secara rutin. Kelengkapan sarana prasarana yang tersedia meliputi :
 1) ruang kelas, 2) ruang perpustakaan, 3) ruang laboratorium biologi, 4) ruang laboratorium fisika, 5) ruang laboratorium kimia, 6) ruang laboratorium komputer, 7) ruang laboratorium bahasa, ruang pimpinan, 9) ruang guru, 10) ruang tata usaha, 11) tempat beribadah, 12) ruang konseling, 13) ruang UKS, 14) ruang organisasi kesiswaan, 15) jamban, 16) gudang, 17) ruang sirkulasi, 18) tempat bermain/berolahraga. Aspek dan indikatornya adalah :
F.    Standar Pengelolaan
Pengelolaan sekolah didasarkan pada perencanaan program, pelaksanaan rencana kerja, pengawasan dan evaluasi, kepemimpinan sekolah, dan sistem informasi manajemen. Sekolah mengembangkan perencanaan program mulai dari penetapan visi, misi, tujuan, dan rencana kerja. Pelaksanaan rencana kerja sekolah didasarkan pada struktur organisasi dan pedoman pengelolaan secara tertulis dibidang kesiswaan, kurikulum dan kegiatan pembelajaran, pendidikan dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, keuangan dan pembiayaan. Disamping itu pelaksanaannya juga mempertimbangkan budaya dan lingkungan sekolah, serta melibatkan peran serta masyarakat. Aspek dan indikatornya adalah:
G.    Standar Pembiayaan
Pembiayaan Sekolah didasarkan pada rancangan biaya operasional program kerja tahunan meliputi investasi, operasi, bahan atau peralatan dan biaya personal. Sumber pembiayaan sekolah dapat berasal orang tua siswa, masyarakat, pemerintah dan donatur lainnya. Penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan dan dikelola secara transparan dan akuntabel.
H.    Standar Penilaian Pendidikan
Sekolah melaksanakan penilaian pendidikan melalui proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik. Penilaian mengacu pada prinsip penilaian dengan menggunakan teknik dan instrumen penilaian yang sesuai berdasarkan mekanisme dan prosedur penilaian terstandar. Penilaian dilakukan oleh pendidik, satuan pendidikan, dan pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar